Distribusi Produk
Perusahaan Penerbangan
Indikator Pencapaian Kompetensi :
·
Merncanakan Promo produk perusahaan penerbangan.
·
Berfikir kreatif tentang
reward yang akan diberikan kepada penumpang sehingga penumpang tidak bosan
·
Keuntungan kerjasama dengan perusahaan lain dapat di pahami dengan baik
·
Kelemahan bekerjasama dengan perusahaan lain dapat dipahami dengan benar
·
Pihak-pihak
yang akan bekerjasama dengan perusahaan penerbangan dalam penjualan produknya dapat diuraikan dengan baik dan benar
Materi Pokok :
1. Airline marketing program mengenai :
Ø Promo produk
Ø Reward
2. Hubungan kerjasama dengan pihak lain
Ø Keuntungan kerjasama
Ø Kelemahan kerjasama
Ø Pihak-pihak yang bekerjasama
A.
Pengertian Distribusi
Istilah
distribusi, yang sering pula disebut place, merupakan berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh perusahaan untuk membuat produk tersedia dan dapat diperoleh
oleh konsumen sasaran atau konsumen akhir.
Di
dalam kegiatan distribusi, jaminan bahwa produk selalu tersedia bagi konsumen
merupakan hal yang sangat penting.
Dalam
pendekatan lainnya, distribusi dapat diartikan pula sebagai suatu keseluruhan
jaringan (link) yang menghubungkan antara produsen sebagai penghasil barang dan
jasa dengan konsumen.
B.
Hubungan Distribusi dengan
Variable Pemasaran Lainnya
Di
dalam kegiatan pemasaran, produk merupakan penawaran nyata kepada pasar,
meliputi cirri-ciri dan wujud produk. Variable yang paling mendasar dari produk
adalah perluasan dan manfaat. Apabila kedua variable tersebut didukung oleh
variable lainnya berupa harga atau jumlah uang yang harus dibayar untuk
memperoleh produk tersebut, keputusan harga di tingkat pedagang besar dan
pengecer dengan pemberian potongan harga, keringanan dengan pemberian
pembayaran kredit dapat ditentukan.
Harga
harus disesuaikan dengan nilai produk. Agar produk dikenal oleh pasar, dibuat
berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengomunikasikan kebaikan
produknya dan membujuk para pelanggan dan konsumen sasaran untuk membeli produk
tersebut melalui kegiatan promosi.
Apabila
pasar telah bereaksi, yang harus dijaga adalah kegiatan yang senantiasa
menjamin selalu tersedianya produk dan kemudahan untuk mendapatkannya bagi
konsumen yang kita kenal sebagai distribusi.
Untuk
dapat sukses menerapkan prinsip-prinsip pemasarannya, setiap perusahaan
penerbangan harus mengetahui tiap pasar potentialnya. Oleh karena itu,
perusahaan penerbangan harus membuat segmentasi atau membagi-bagi pasarnya dan
mengindentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen yang masing-masing mempunyai
tingkatan yang berbeda.
Memenuhi
setiap kebutuhan dan keinginan konsumen secara tepat sangat sulit dilakukan
karena tingkat kebutuhan dan keinginan yang sangat beragam. Oleh karena itu,
kebanyakan dunia usaha termasuk di dalamnya perusahaan penerbangan, tidak
mungkin dapat menyediakan produk dengan tingkat harga, saluran distribusi,
serta strategi promosi yang dapat memenuhi semua keinginan konsumen secara
tepat.
C.
Saluran atau Kanal Distribusi
Perusahaan Penerbangan
Saluran
distribusi penerbangan merupakan berbagai kegiatan yang meliputi keseluruhan
aspek saluran yang menghubungkan perusahaan penerbangan sebagai produsen dan
konsumen akhirnya.
1.
Dalam Industri Penerbangan,
terdapat Dua Saluran Distribusi yang bertindak sebagai Perantara, yaitu:
a.
Agen penjualan (travel agent)
yang bertindak sebagai pedagang eceran atau retail agent;
b.
Biro perjalanan umum (travel
organizer) yang mempunyai fungsi utama sebagai wholesaler.
Berikut keuntungan dan kerugian bagi perusahaan
penerbangan yang menggunakan kedua perantara tersebut.
Keuntungan:
1.
Penghematan biaya pemasaran,
khususnya untuk pemesaran ritel atau eceran jika dibandingkan dengan cara
pemasaran sendiri secara langsung oleh perusahaan penerbangan untuk menggarap
seluruh pasar potensial yang ada.
2.
Agen atau biro perjalanan dapat
memberikan berbagai pelayanan atas nama perusahaan penerbangan, seperti
pelayanan untuk pemesanan tempat (reservation), penjualan tiket (ticketing),
dan pemberian informasi-informasi lainnya tentang produk perusahaan penerbangan
tersebut kepada konsumen.
Kerugian:
1.
Perusahaan penerbangan harus
mengeluarkan biaya-biaya promosi bersama dengan agent/biro perjalanan.
2.
Agent/biro perjalanan tersebut
tidak hanya menjual produk satu penerbangan, tetapi juga menjual produk dari
berbagai perusahaan penerbangan. Akibatnya, perusahaan penerbangan sebagai produsen
dapat kehilangan control terhadap saluran pemasarannya. (dikuasai saluran
perantara).
3.
Memberikan komisi atas jasa
pelayanan yang telah diberikan.
Biro
perjalanan umum berperan dalam proses pembelian tempat duduk dalam jumlah yang
besar dari perusahaan-perusahaan penerbangan dan kemudian menjualnya dalam
bentuk eceran untuk penumpang-penumpang individu maupun menjual dengan cara
menggabungkan produk tersebut dalam suatu paket wisata yang dapat menghasilkan
sinergi yang lebih baik terhadap produk tersebut.
Dengan
demikian, perusahaan penerbangan dapat memperoleh garansi penjualan dari biro
perjalanan umum atas pembelian seat dalam jumlah besar untuk memastikan bahwa
pada saat pesawat berangkat dapat terisi penuh.
Sebaliknya,
kerugian yang akan dialami oleh perusahaan penerbangan adalah kenyataan bahwa biro perjalanan umum
mempunyai kekuatan untuk melakukan negosiasi yang sangat kuat. Terkadang mereka
dapat menjadi factor penentu yang lebih kuat daripada perusahaan penerbangan
itu sendiri. Misalkan dengan cara ancaman akan mengalihkan penumpang ke
perusahaan penerbangan lainnya untuk mendapat harga maupun perlakukan-perlakuan
khusus lainnya.
Oleh
karena itu, kecenderungan yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan untuk
mengimbangi atau bahkan mengontrol kekuatan tersebut dengan mendirikan biro
perjalanan umum, membuat produk-produk paket wisata, mempermudah akses untuk
pembelian langsung (B2C) melalui terapan teknologi dengan membangun call
center, Online Booking maupun Online Payment di berbagai media (situr-situs
WEB) maupun kerja sama dengan institusi perbankan untuk memberikan kemudahan
proses pembayaran pembelian tiket secara online melalui ATM, Internet banking,
SMS banking, Phone banking, dan lain sebaginya.
2.
Kantor Perwakilan atau Cabang
Untuk
mendistribusikan produknya, selain menggunakan agen perjalanan atau travel
organizer, perusahaan penerbangan juga biasa membuka kantor cabang atau kantor
perwakilan di kota-kota yang dianggap mempunyai potensi penjualan yang bagus.
Pembukaan kantor perwakilan atau cabang ini bermanfaat ganda, yaitu untuk
menekan pengeluaran biaya komisi agen, sekaligus untuk menjaga citra
perusahaan.
3.
General Sales Agent (GSA)
Untuk
pasar-pasar yang tidak dapat dilayani secara langsung oleh perusahaan
penerbangan karena volume penjualnnya kurang menguntungkan bila harus membuka
kantor cabang, biasanya ditunjuk suatu perwakilan yang disebut General Sales
Agent atau GSA.
General
Sales Agent yang ditunjuk diberi wewenang untuk bertindak atau mewakili
perusahaan penerbangan dan melakukan fungsi-fungsi sebagaimana kantor
perwakilan. Untuk tugas ini, mereka mendapat komisi penjualan dan pengeluaran
atau penjualan tiket pada wilayah yang telah ditetapkan.
4.
Perusahaan Penerbangan Lain
(Other Airline)
Untuk
memesan tempat atau membeli tiket dari suatu perusahaan penerbangan, penumpang
dapat pula melakukannya melalui kantor penerbangan lain. Biasanya pesanan itu
baru dapat dilayani bila penumpang/pemesan tiket memulai perjalanannya dengan
menggunakan penerbangan yang bersangkutan, tetapi mempunyai penerbangan
lanjutan dengan penerbangan lainnya.
Pelayanan
semacam ini diberikan semata-mata untuk memberikan kepuasan dan jaminan kepada
para pelangggan. Untuk itu agar produk senantiasa tersedia, antar perusahaan,
dalam kaitannya dengan perluasan saluran distribusi, melakukan perjanjian
bilateral maupun multilateral untuk dapat saling menjual produknya.
5.
Sistem Pemesanan Tempat
(Computer Reservation System)
Istilah
reservations berasal dari kata to reserve atau diartikan sebagai penyediaan
tempat. Kegiatan pokoknya dapat diartikan sebagai upaya perusahaan penerbangan
mengelola persdiaan tempat atau inventory seat.
System
pengelolaan persediaan seat ini sering disebut dengan berbagai istilah yang
berbeda di setiap perusahaan, tetapi memiliki fungsi dan pengertian yang
realtif sama. Istilah-istilah tersebut antara lain: reservation control, space control, capacity management, inventory
management, yield management, revenue management yang mempunyai tugas pokok
mengelola inventory atau persediaan seat agar perusahaan penerbangan
mendapatkan pendapatan atau revenue yang optimal.
Industry
jasa angkutan penerbangan merupakan suatu usaha atau bisnis yang melibatkan
teknologi tinggi, jangkauan produk yang luas, biaya inventasi yang sangat
tinggi, dan produk dengan sifat mudah rusak dan tidak dapat disimpan lagi
apalagi pesawat telah berangkat.
Oleh
karena itu, peranan reservasi menjadi sangat pentingsebagai salah satu bagian
dari saluran distribusi, apalagi dengan ditemukannya teknologi computer dan
berbagai saluran distribusi semacam supermarket atau lebih dikenal dengan
istilah CRSs atau Mega CRSs/GDS (Global Distribution System) yang mempunyai
jangkauan dan kekuatan pasar potensial yang sangat luas.
Uraian
tentang saluran distribusi produk perusahaan penerbangan tersebut dapat
digambarkan pada diagram berikut ini.
The Airline
|
|
|
|
|
|
|
||||||||||||
The End
Customer/Passenger
|
D.
Strategi Distribusi
Mengingat salah
satu sifat produknya yang perishable, untuk menghindari terjadinya kerugian
yang diakibatkan oleh kerusakan hasil produk karena tidak terjual pada saat
keberangkatan pesawat, diperlukan suatu pengelolaan yang kompleks terhadap
inventory dan distribusinya.
Salah satu upaya
pengelolaan itu memanfaatkan hadirnya kemudahan teknologi dan deregulasi yang
mendukung tumbuhnya industry penerbangan khususnya dalam distribusi produk
melalui Online Reservation System (CRSs) maupun Global Distribution System
(GDS) sebagai Automated Travel Agent System yang dikenal dengan B2T (Business
To Travel) maupun B2C (Business To Customer) misalkan melalui WEB Portal.
System ini akan
memudahkan perusahaan pendatang baru untuk masuk dan menguasai jalur distribusi
yang semula mungkin dikuasai oleh perusahaan penerbangan tertentu melalui
system CRS mereka yang disambungkan ke seluruh kantor cabang dan travel
agent-nya secara Online.
Permasalahan pokok
bagi perusahaan penerbangan, khususnya dalam mengelola persediaan tempat
duduknya (seat inventory) dan distribusinya, adalah terkait dengan kebutuhan
mengelola penjualannya hingga pesawat berangkat dengan tingkat isian (load
factor) yang tinggi dengan bauran kelas harga yang diinginkan sehingga tercapai
perolehan revenue secara optimal.
Pada umumnya masa
penjualan atau pemesanan tempat secara online sudah dapat dimulai untuk
keberangkatan pesawat sebelas bulan yang akan datang hingga keberangkatan
pesawat. (life booking inventory flight). Dengan demikian, kegiatan pengelolaan
inventory seat dari suatu schedule pesawat telah dimulai dari sebelas bulan
sebelum schedule yang dijadwalkan. Pada tahapan ini produk suatu perusahaan
penerbangan telah mulai dipasarkan ke seluruh jaringan distribusinya melalui
system reservation sehingga mulai saat itu produk telah dianggap ada dan
penjualan tempat (seat) melalui system reservation telah dapat dilakukan.
Biasanya, kegiatan
pemesanan tempat yang telah dimulai dari jauh-jauh hari sebelum pesawat
berangkat adalah untuk pemesanan dalam bentuk group dengan jumlah pemesanan
yang relative besar atau penumpang yang mengharapkan dapat membeli tiket dengan
harga relative murah.
Pemesanan dalam
bentuk group dilakukan oleh para wholesaler dalam upaya mendapatkan kepastian
atas tempat yang diminta agar mereka dapat membuat suatu perencanaan pembuatan
paket-paket wisata.
Dengan adanya
kepastian tempat (conformed booking), para wholesaler mulai dapat mempersiapkan
kegiatan pemasaran produknya dengan menggabungkan produk suatu perusahaan
penerbangan dengan produk lainnya misalnya hotel, restaurant, dan program-program
wisata lainnya sebagai suatu package tour.
Jumlah pembukan
group, jika tidak dikendalikan dapat mengakibatkan terjadinya penolakan
terhadap permintaan penumpang individu maupun bisnis yang memesan
tempat/booking pada saat belakangan atau mendekati hari keberangkatan di mana
sebenarnya mereka mau membayar dengan harga yang tinggi karena termasuk
klasifikasi pasar yang sensitive terhadap waktu dan kurang sensitive terhadap
harga. Sementara itu, pesawat telah penuh dengan harga murah.
Penolakan ini dapat
mengakibatkan calon penumpang tersebut berpindah ke penerbangan lainnya atau
bahkan tidak terbang sama sekali. Di sisi lain, berarti perusahaan kehilangan
peluang untuk dapat meraih revenue yang optimal karena seluruh tempat/seat
telah habis dipesan oleh penumpang bisnis (business traveler) yang mau membeli
mahal, tetapi memesan tempat belakangan pada saat-saat menjelang kebernagkatan
pesawat.
Jika seat telah
habis dipesan (penuh) jauh-jauh hari sebelum jadwal keberangkatannya, resiko
yang akan dihadapi oleh perusahaan akan semakin besar karena adanya kemungkinan pembatalan
pada menjelang hari-hari keberangkatan. Apabila terjadi pembatalan pemesanan
dalam jumlah besar menjelang saat-saat keberangkatan, perusahaan tidak memiliki
waktu lagi untuk menjual kembali seat yang telah dibatalkan sehingga timbul
kerugian karena terjadinya seat yang masih kosong pada saat keberangkatan
pesawat. Kerugian yang terjadi tidak hanya berkurangnya revenue, tetapi
kemungkinan terjadinya komplin dari penumpang karena sulitnya mendapat seat
pada saat memesan tempat (reservation) tetapi pada kenyataannya masih terdapat
seat kosong pada saat berangkat sehingga muncul citra yang kurang baik seperti
sulitnya mendapat konfirmasi seat pada saat pemesanan tempat sehingga
menurunkan tingkat kepercayaan dari konsumen khususnya segmen pasar penumpang
bisnis (business traveler) yang tidak memperoleh tempat pada penerbangan yang
mereka kehendaki, dan pesawat harus terbang dengan masih terdapatnya seat yang
kosong atau tidak sepenuhnya terisi.
Inilah salah satu
kompleksitas permasalahan dalam penanganan reservasi (inventory control) yang
dialami oleh perusahaan penerbangan.
Sebaliknya pada
musim ramai (peak season) misalnya saat liburan sekolah, long week end, lebaran
Idul Fitri, natal, dan tahun baru atau adanya suatu event di kota tertentu
sehingga terjadi lonjakan permintaan pemesanan tempat yang sangat tinggi dan
penumpang menghendaki mendapat kepastian untuk dapat terbang pada saat yang
bersamaan. Untuk itu, perlu diantisipasi sehingga seat tidak terjual habis
dengan harga yang murah yang mengakibatkan perusahaan kehilangan peluang untuk
mendapatkan revenue yang lebih baik (optimal), sementara lonjakan permintaan
penumpang sangat tinggi.
Pengalaman-pengalaman
tersebut lalu mendorong perusahaan penerbangan untuk mengadakan pembatasan
jumlah seat (booking limit pada seat inventory) yang dialokasikan kepada
penumpang dengan harga tiket murah dengan menerapkan sub class concept.
Agar peningkatan
penjualan efektif, alokasi pada tiap-tiap tingkatan kelas harga harus dikelola
dan dikendalikan melalui reservation system dengan membagi suatu kompartemen
kelas menjadi sub-sub bagian dengan tingkat harga yang berbeda atau dikenal
dengan istilah sub class concept sebagai basic system untuk revenue management.
Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi sebagai berikut.
- Pada rute penerbangan dari
Jakarta ke Surabaya, kapasitas pesawat untuk kelas ekonomii sebanyak 102 seat.
Harga jual tiket untuk kelas tersebut adalah Rp. 489.000 dan pada
saat pesawat berangkat jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 78 penumpang
maka revenue pada penerbangan tersebut adalah Rp. 489.000 x 78 = Rp. 38.142.000
Rute
Penerbangan
|
JKT
SUB
|
Kapasitas
Pesawat
|
102
YCL
|
Harga
Tiket
|
Rp.
489.000
|
Penumpang
|
78
|
Revenue
|
Rp.
489.000 x 78 = Rp. 38.142.000
|
-
Dari 78 penumpang yang diangkut
tersebut, sebenarnya ada penumpang yang memiliki kemampuan untuk membayar tiket
dengan harga di atas Rp. 489.000 (lebih mahal), tetapi karena hanya tersedia
satu tipe kelas harga jual, maka penumpang tersebut membayar dengan harga yang
lebih murah yaitu Rp. 489.000 sesuai dengan harga yang di tawarkan.
-
Sementara itu, sebenarnya masih
terdapat penumpang yng menginginkan untuk terbang dengan pesawat tersebut,
tetapi karena mereka tidak memiliki daya beli atau tidak mampu membeli dengan
harga tersebut, mereka membatalkan penerbangannya atau berpindah ke penerbangan
yang lain yang memiliki harga yang lebih murah. Dengan demikian, perusahaan
penerbangan kehilangan peluang mendapatkan revenue tambahan, sementara di dalam
pesawat masih tersedia 26 seat kosong.
-
Maka, dibuatlah dua sub kelas
harga yang berbeda pada kelas ekonomi tersebut sehingga harganya menjadi
Rp.489.000 dan Rp. 449.000
Dengan struktur tingkatan harga tersebut, pesawat dapat terisis 99
penumpang dengan tambahan penumpang sebanyak 21 dengan harag jual Rp. 449.000
per penumpang, revenue yang didapat adalah; (489.000 x 78) + (449.000 x 21) =
Rp. 47.571.000
Rute
Penerbangan
|
JKT
– SUB
|
|
Kapsitas
Pesawat
|
102
YCL
|
|
Harga
tiket
|
Penumpang
|
Revenue
|
Rp.
489.000
|
78
|
489.000
x 78 = Rp. 38.142.000
|
Rp.
449.000
|
21
|
449.000
x 21 = Rp. 9.429.000
|
Total
|
99
|
Rp. 47.571.000
|
-
Jika ditambahkan satu tingkatan
kelas harga lagi, yaitu Rp. 539.000 dan ternyata pesawat dapat mengangkut
penumpang dengan susunan kelas harga harga Rp. 539.000 terjual 20 seat, harga
Rp. 489.000 sebanyak 53 seat, dan sisanya 25 seat dengan harga Rp. 449.000.
jadi pesawat terisi 98 penumpang. Dari sisi jumlah penumpang terjadi penurunan
sebanyak 1 penumpang tetapi revenue yang didapat menjadi; (539.000 x 20) +
(489.000 x 53) + (449.000 x 25) = Rp. 47.922.000
Dengan jumlah penumpang yang diangkut 98 (terjadi penurunan 1
penumpang), terjadi peningkatan revenue sebesar Rp.351.000
Rute
Penerbangan
|
JKT-SUB
|
|
Kapasitas
Pesawat
|
102
YCL
|
|
Harga
Tiket
|
Penumpang
|
Revenue
|
Rp.
539.000
|
20
|
539.000
x 20 = Rp. 10.780.000
|
Rp.
489.000
|
53
|
489.000
x 53 = Rp. 25.917.000
|
Rp.
449.000
|
25
|
449.000
x 25 = Rp. 11.225.000
|
Total
|
98
|
Rp.
47.922.000
|
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal yang
terkait dengan distribusi, yaitu sebagai berikut.
1. Distribusi produk adalah
berbagai kegiatan yang dilakukan agar produk dapat tersedia di pasar sehingga
dapat menghindarkan terjadinya kesulitan bagi konsumen dalam mencari produk
tersebut.
2.
Distribusi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari variable-variable dan kegiatan pemasaran lainnya.
3. Kegiatan pemasaran bertujuan menciptakan
permintaan (create demand) dan distribusii berperan dalam mengamankan
permintaan dengan menjamin bahwa produk tersedia untuk dapat dibeli oleh
konsumen.
4. Dalam service manajemen,
distribusi meliputi keseluruhan aspek saluran yang menghubungkan antara
perusahaan penerbangan sebagai produsen dengan konsumen akhir.
5.
Perusahaan penerbangan secara
konvensional dalam mendistribusikan produknya sangat tergantung kepada travel
agent/whole seller yang seolah-olah bertindak sebagai penyedia produk.
6. Kecenderungan di masa mendatang
adalah peranan Multi Supplier System (GDS) di samping Airline CRSs, dan
berbagai alternative online system yang ditujukan kepada penumpang secara
langsung, misalnya B2C system dengan berbagai kemudahan melalui Electronic
channel (situs-situs WEB) untuk mengimbangi dominasi dan perkembangan GDS untuk
dapat menekan biaya transaksi dan kondisi agen penjualan.
Dalam menentukan strategi distribusinya, penerbangan
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1.
Peranan travel agent yang telah
memberikan kontribusi penjualan yang sangat besar, khususnya pada pasar-pasar
yang akan berdampak pada biaya yang lebih mahal apabila dilakukan dengan
menggunakan cara lain atau saluran distribusi lainnya.
2.
Perusahaan penerbangan harus
menaruh perhatian yang sangat besar terhadap aspek controll atau pengendalian
distribusinya.
3.
Besarnya tingkat biaya komisi
dan biaya-biaya lainnya misalnya insentif yang harus dibayarkan kepada travel
agent.
4.
Sebagai salah satu bagian dari
manajemen pemasaran, perusahaan penerbangan perlu mempertimbangkan pendekatan
dari strategi distribusi berkaitan dengan pertimbangan terhadap fungus control
terhadap saluran perantaranya serta nilai uang (value of money), misalkan
sebagai berikut.
a.
Bagaimana agar tidak terjadi
kemungkinan block seat dengan adanya pembukuan fiktif (fiktif booking) yang
dilakukan oleh agent.
b.
Jangan sampai uang hasil
penjualan tertahan terlalu lama di agen karena tidak segera disetorkannya uang
hasil penjualan.
c.
Berapa besar jumlah komisi dan
berbagai insentif yang harus dibayarkan kepada travel agent.
d.
Biaya distribusi melalui GDS
khususnya jika terjadi kasus fiktif (abuse booking) di mana penerbangan harus
menanggung terlebih dahulu atas biaya transaksi tersebut.
Maka, perusahaan penerbangan mengembangkan berbagai
alternative distribusi B2C (Business to Consumer) untuk memfasilitasi proses
booking maupun payment (reservation and ticketing) secara online yang
terintegrasi dengan pihak bank, baik untuk pembayaran melalui debet maupun
credit cards untuk menghindarkan terjadinya block seat dan jaminan kelancaran
terhadap cash flow perusahaan.
-
Selamat
Belajar -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar